Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Asesmen Kompetensi Minimum dan Survey Karakter

Konsep AKM dan SK yang saat ini sedang banyak diperbincangkan dikalangan pendidik dan tenaga kependidikan.

Pemahaman konsep tersebut menjadi sesuatu yang sangat penting untuk menghindari kesalah pahaman yang dapat menimbulkan salah arah dalam implementasinya.

Setidaknya ada tiga alasan mendasar mengapa muncul program AKM dan SK yang direncanakan Pemerintah mulai 2021

1. Hasil PISA Indonesia sejak tahun 2000 cenderung stagnan

Programme for International Student Assesment (PISA) merupakan studi international tentang penilaian prestasi literasi membaca, matematika, dan sains yang dilaksanakan satu kali dalam 3 tahun oleh OFCD ( Organisation for Economic Cooperation and Development) yang berkedudukan di Paris.

Adapun peserta PISA adalah peserta didik pada jenjang menengah yang berusia 15 tahun dari berbagai negara. Posisi Indonesia sejak tahun 2000 adalah sebagai berikut:



Dari tabel tersebut selama kurun 18 tahun bahwa posisi Indonesia dalam tiga bidang PISA, membaca, matematika dan sains sangat jauh tertinggal dibelakang (pengekor).

Contoh data terakhir 2018 posisi Indonesia bidang membaca 74 dari 79 Negara, matematika urutan 73 dan sains sedikit maju urutan 71, dimana saat itu Cina urutan pertama dan Singapura urutan kedua.

Pemerintah juga merencanakan bahwa dalam pelaksanaan AKM akan melibatkan kerjasama dengan OFCD sehingga pelaksanaan AKM dapat menjamin peningkatan mutu

Materi Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) mencakup literasi dan numerasi . Literasi dan numerasi bukan mata pelajaran bahasa atau matematika, melainkan kemampuan menggunakan konsep untuk menganalisis sebuah materi. Berikut penjelasan Literasi, numerasi dan survey karakter .

1. Literasi
Literasi berasal dari bahasa Yunani (literatus) yaitu orang yang belajar kemudian berkembang sehingga literasi merupakan kemampuan bernalar dengan menggunakan bahasa, kemampuan menganalisa suatu bahan bacaan (teks) dan memahami konsep-konsep untuk dapat digunakan memahami materi lain.

Menurut UNESCO Literasi diartikan kemampuan untuk mengidentifikasi, memahami, mengintrepretasi, mengkreasi dan mengkomunikasikan sesuatu dalam mengembangkan potensi dalam komunitas dalam bentuk teks dan digital.

Dengan demikian literasi bukan sekedar keterampilan membaca akan tetapi kemampuan bernalar tentang teks dan angka. Sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan konsep literasi pun semakin luas sehingga dapat dibedakan atas beberapa jenis seperti: literasi baca tulis, literasi numerasi, literasi sains, literasi digital,, literasi finansial dan literasi budaya dan kewargaan.

Sebagai contoh dalam aspek kompetensi membaca dikategorikan menjadi tiga jenis yang mencakup kemampuan mengungkapkan kembali informasi (retrieving Information), mengembangkan interpretasi (developing an interpretation),merefleksikan dan mengevaluasi teks.

2. Kemampuan Numerik

Numerik sering juga disebut literasi numerik merupakan kemampuan bernalar dengan menggunakan matematika. Pengetahuan dan kecakapan untuk: menggunakan berbagai macam angka dan simbol-simbol yang terkait dengan matematika dasar untuk memecahkan masalah praktis dalam berbagai macam konteks kehidupan sehari-hari, dan menganalisis informasi yang ditampilkan dalam berbagai bentuk (grafik, tabel, bagan, dan sebagainya)

Kemudian menggunakan interpretasi hasil analisis tersebut untuk memprediksi dan mengambil keputusan.
Numerasi dalam AKM mencakup .
  • Bilangan,
  • Operasi dan perhitungan,
  • Geometri
  • Pengukuran dan Pengolahan data
Dengan demikian numerik bukan mengarah kepada matematika murni akan tetapi penerapan dasar-dasar perhitungan yang mencakup empat bidang di atas untuk memecahkan berbagai persoalan dalam lingkup antar mata pelajaran dan kehidupan sehari-hari.

B. Survey Karakter (SK)

Survey Karakter disingkat dengan SK adalah survey karakter dilakukan untuk mengukur kondisi ekosistem sekolah lingkungan belajar yang lebih bersifat sosial emosional, serta kualitas proses belajar-mengajar di tiap sekolah sebagai implementasi nilai-nilai dari Pancasila seperti, bagaimana karakter gotong royong berjalan disekolah, menghargai keberagaman, apakah toleransi sudah terlaksana dengan baik, kebhinnekaan di sekolah, apakah peserta didik senang dan merasa bahagia (students well- being) dalam belajar maupun berada dilingkungan sekolah dan lain-lain.

Survey karakter juga bukan untuk mengisi rapor, kenaikan kelas atau kelulusan namun sama dengan AKM untuk mengetahui implementasi nilai-nilai karakter bangsa di sekolah yang melibatkan peserta didik menjadi responden dan bukan tes kognitif.

Untuk dapat mewujudkan AKM dan SK tentu saja bukan hal mudah sebab sistem penilaian yang kita gunakan selama ini sudah terpola dan mengakar yang sulit dirombak, misalnya pihak orang tua yang selama ini sudah terbiasa melihat nilai rapor anaknya dengan rasa kepuasan tersendiri ternyata tidak dapat lagi mereka lihat , guru yang telah terbiasa merancang soal untuk ulangan dan ujian akan menghadapai situasi baru dengan instrument survey dan sebagainya.

Maka tugas utama sekolah saat ini adalah sosialisasi konsep, dan perubahan paradigma tentang asesmen yang dilakukan oleh guru, apakah itu penilaian dalam bentuk , tugas , harian atau semester sudah harus dimulai soal yang mengarah ke AKM.





Posting Komentar untuk "Asesmen Kompetensi Minimum dan Survey Karakter "